Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

WASPADA BAKSO DAGING CELENG

KATA PENGANTAR

            Puji sukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan perkenanaan, tuntunan, dan perlindungan-Nya sehingga Penulisan Hukum Perlindungan Konsumen ini dapat diselesaikan dengan lancar.
           Maksud dan tujuan penulisan ini untuk dapat bermanfaat bagi kita semua dalam mempelajari Hukum dalam Ekonomi "perlindungan Konsumen" dan semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan taufik dan hidayahnya. Amin.

Depok, 2 April 2017


Bab 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bahwa perlindungan konsuemn sangat penting bagi setiap manusia. Perlindungan konsumen merupakan kebutuhan yang semua manusia butuhkan. Dalam kata lain Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan naasional, yakni asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan konsumen, dan asas kepastian hukum.

Dalam halnya Asas keadilan adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajiban secara adil. Lalu  asas keseimbangan adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materil maupun spiritual. Dan asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/jasa yang dikonsumsi atau digunkan. Namun belakangan ini banyak konsumen yang tidak mendapatkan hak sebagaimana mestinya, dan produsen yang menyalah gunakan haknya.

Dalam kasus ini, belakang konsumen dibuat resah dan khawatir dengan maraknya beredar Bakso Daging Celeng. Konsumen merasa ditipu dengan kecurangan yang dilakukan oleh pelaku penjual bakso karena tidak berlaku jujur sebagaimana mestinya. Hal ini bisa dilakukan dengan mudah dikarenkan untuk mendapatkan daging celeng itu tidak sulit, seorang pedangan daging dengan mudahnya menyamarkan daging celeng tersebut sebagai daging sapi. Setelah disamarkan  daging tersebut biasa digunakan untuk bahan baku bakso. Setelah itu bakso olahan tersebut dijual kepada tukang bakso keliling.

Seperti Eka Prasetya, pemilik rumah penggilingan daging oplos sapi dan babi hutan untuk dijadikan bakso, buka-bukaan. Pria ini mengaku setiap minggu memasok bakso berbahan daging babi sebanyak 27 kilogram. Dagiging itu diperoleh dari seorang di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Dari supplier tersebut, Eka mengaku dapat membeli daging tersebut hanya seharga Rp. 58.000 perkilogramnya, dibandingkan dengan harga sapi yang perkilonya sekitar Rp. 85.000.

Sulitnya untuk membedakan bakso daging sapi dan daging celeng membuat masyarakat gelisa, sehingga menurunkan minat masyarakat untuk membeli bakso, alhasil pedagang bakso merugi hingga 50%. Akhirnya pelaku ditetapkan sebagai tersangka pengoplos daging sapi dan daging celeng untuk dijadikan bakso.

Daging celeng itu mudah didapat dari para pemburu dan dipasarkan secara terselubung bahkan tidak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi. Atas perbuatan tersebut pelaku akan dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, junto Pasal 26 dan 27 Perda DKI Nomor 8 tahun 1989 tentang pengawasan pemotongan, perdagangan, dan daging Ternak wilayah DKI, dengan ancaman lima tahun penjara atau denda Rp 2 miliar.

1.2.Rumusan Masalah
1.      Hubungan perlindungan Konsumen dengan Pedangan Bakso Celeng ?
2.      Apa dampak dari Bakso daging Celeng ?
3.      Bagaimana perlindungan Hukum atas Konsumen, produsen, dan pemerintah ?

1.3.Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui  hubungan perlindungan konsumen dengan Perdagangan Bakso daging celeng.
2.      Untuk mengetahui dampak dari bakso daging celeng.
3.      Untuk mengetahui perlindunga hukum konsumen, produsen, dan pemerintah.


Bab 2
PEMBAHASAN

2.1. Perlindungan Konsumen dan Hubungannya dengan Perdagangan  Bakso Daging Celeng

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pelaku usaha merupakan orang atau lemabga yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Berdasarkan Pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, Hak Konsumen antara lain :
Ø  Hak Konsumen
a.       Hak atas kenyamanan, keamanan, dan kesalamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
b.      Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur menengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
c.       Hak untuk didengar keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
d.      Hak untuk medapatkan advokasi perlindungan konsumen  dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
e.       Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur.

Berdasarkan Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 kewajiban pelaku usaha antara lain :
Ø  Kewajiban Pelaku Usaha
a.       Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha.
b.      Melakukan informsi yang benar, jelas, jujur, mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan, perbaikan, dan pemeliharaan.
c.       Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
              2.2. Dampak dari Perdagangan Bakso Daging Celeng
                          a. Dampak untuk produsen Bakso lain yang merasa dirugikan karena menurunya peminat bakso. Akibatnya jumlah penjualan menurun drastis.
                          b. Haram, bagi konsumen beragam Islam merasa dirugikan karena memakan bakso haram.
              2.3. Perindungan Konsumen, Produsen, Pemerintah
                           Atas perbuatan tersebut pelaku dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pelaku  dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan dan kerugian.



Bab 3
KESIMPULAN

1.      Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha

Dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah larangan dalam memproduksi/memperdagangkan, larangan dalam menawarkan/mempromosikan/mengiklankan, larangan-larangan dalam penjualan secara obral/lelang, dan larangan dalam ketentuan periklanan.
Selain itu, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud.
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.

2.      Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 diatur Pasal 19 sampai dengan Pasal 28. Dalam Psal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, kerusakan kerugian konsumen.
Sementara itu, Pasal 20 dan Pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktiaan, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa pembuktiaan terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagimana telah diatur dalam pasal 19.

3.      Sanksi

Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dan peredaran, atau pencabutan izin usaha.

Bab 4
PENUTUP

Demikianlah yang dapat saya sampaikan mengenai materi Hukum Perlindungan Konsumen dalam penulisan ini, tentunya banyak kekurangan dalam ejaan, penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti. Akhir kata, saya sebagai penulis mohon maaf jika masih banyak kekurangan dalam penulisan Hukum Perlindungan Konsumen ini.

Assalamualaikum wr.wb


Sari, Elsi Kartika. dan Advendi Simangunsong. 2008.Hukum dalam Ekonomi (Edisi Kedua). Jakarta; PT Grasindo

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar